Logo Semua Agama Di Indonesia

Badan Pusat Statistik Kota Samarinda (Statistics Samarinda)Jl. KH. Achmad Dahlan No. 33 Samarinda 75117

Telp. 0541-743661 Fax 0541-735762 E-mail:[email protected]

Mayoritas umat Kristen Indonesia adalah umat Protestan. Dari 23,5 juta total penduduk Indonesia beragama Kristen, sekitar 16,5 juta orang mengikuti ajaran-ajaran Protestan, sementara 7 juta orang lainnya mengikuti ajaran-ajaran Katolik. Komunitas-komunitas Kristen tersebar secara tidak merata di seluruh negeri. Namun, seperti yang bisa dilihat dari peta di bawah, kebanyakan dari komunitas ini bertempat tinggal di wilayah Timur Indonesia yang memiliki kepadatan penduduk lebih rendah.

Lokasi-lokasi dengan komunitas-komunitas Kristen yang berjumlah cukup besar:

1. Sumatra Utara2. Kalimantan 3. Sulawesi Utara 4. Sulawesi Barat5. Maluku6. Papua7. Flores8. Sumba9. Timor Barat

Kedatangan Kekristenan di Nusantara

Sumber pertama yang diketahui mengenai kehadiran agama Kristen di Nusantara bisa ditemukan di karya ensikopledi oleh Abu Salih Al-Armini, seorang Kristen Mesir yang hidup di abad ke-12. Menurut tulisannya, ada sejumlah gereja Nestorian di Sumatra Barat pada saat itu yang berlokasi dekat dengan sebuah tempat produksi kayu kamper. Namun, para ilmuwan di masa selanjutnya berargumen bahwa Al-Armini mungkin telah salah mencatat lokasi ini dan lokasi sebenarnya berada di sebuah kota di India.

Setelah Portugis menaklukkan Malaka (yang kini disebut Malaysia) di tahun 1511, mereka berlayar lebih jauh ke arah Timur dan menemukan tempat asal rempah-rempah yang diidam-idamkan yaitu Kepulauan Maluku di mana Sultan Ternate berkuasa. Di sini, Portugis mendirikan tempat pemukiman kecil. Pada awalnya, hubungan antara orang Portugis yang beragama Katolik dan penduduk Muslim di Ternate berjalan harmonis karena kedua pihak menyadari keuntungan-keuntungan kerjasama perdagangan. Dari tahun 1534 dan selanjutnya, para pendeta berkebangsaan Portugis mulai aktif menyebarkan ajaran Katolik kepada penduduk asli dan pada akhir abad ke-16 sekitar 20% penduduk Maluku bagian selatan diklasifikasikan sebagai umat Katolik. Dua lokasi lain, keduanya di wilayah Timur Indonesia, tempat orang-orang Portugis mendirikan tempat-tempat pemukiman umat Katolik berada di Larantuka (di Pulau Flores) dan Dili (di Pulau Timor). Namun, terjadi bentrokan antara orang-orang Portugis (yang ingin memonopoli perdagangan rempah-rempah) dan penduduk Ternate. Hal ini secara serius mengurangi pengaruh orang-orang Portugis di Kepulauan Maluku.

Orang-orang Belanda dari aliran Protestan-Calvinis mendirikan tempat pemukiman pertama mereka di Ternate pada tahun 1607. Mereka juga ingin memonopoli perdagangan rempah-rempah namun jauh lebih berhasil dibandingkan orang-orang Portugis dalam mencapai ambisi mereka. Selama dua abad selanjutnya, Kesultanan Ternate secara bertahap kehilangan kekuasaannya, sementara ketiadaan pengaruh Portugis juga menimbulkan konsekuensi bagi penyebaran kekristenan di wilayah itu. Pada awalnya, orang-orang Belanda hanya memiliki sedikit minat untuk menyebarkan Injil. Di beberapa wilayah yang dikuasai perusahaan dagang Belanda yaitu VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) orang Belanda memang mendukung aktivitas-aktivitas misionaris. Namun, di kebanyakan kasus kegiatan misionaris terbatas pada tugas-tugas pastoral untuk komunitas-komunitas (yang sudah) Kristen yang kebanyakan terdiri dari orang-orang Eropa. Tidak ada usaha penyebaran agama besar-besaran yang didukung di wilayah-wilayah di bawah kontrol Belanda. Namun, satu kebijakan cukup jelas: hanya Kekristenan aliran Protestan-Calvinis Belanda yang diizinkan. Imam-imam Katolik yang sebelumnya menyebarkan ajaran-ajaran Katolik diusir. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa proses penyebaran ajaran Kristen, yang dimulai oleh orang-orang Portugis, telah (hampir) berhenti sama sekali ketika Belanda berkuasa di periode VOC (1602-1798).

Penyebaran Kekristenan selama Periode Penjajahan

Pada abad ke-19 ketika Kerajaan Belanda mendapat kontrol atas wilayah yang sebelumnya dikuasai VOC, aktivitas-aktivitas misionaris masih tetap tidak didukung oleh pemerintah kolonial. Gereja Reform Belanda adalah agen pemerintah yang hanya berfokus melayani kebutuhan religius dari warganegara Belanda (yang sudah) memeluk aliran Protestan. Kendati begitu, sekelompok kecil dari anggotanya melakukan penyebaran ajaran-ajaran Protestan dan mendirikan gereja-gereja dan sekolah-sekolah di Hindia Belanda. Namun, insentif skala besar yang nyata untuk penyebaran agama bagi penduduk asli datang dari organisasi-organisasi baru yang datang dari Eropa di pertengahan kedua abad ke-18 dan abad ke-19. Institusi-institusi seperti Serikat Misionaris Belanda (Nederlandsch Zendeling Genootschap) dan Kelompok Misionaris Rhenish (Rheinische Missionsgesellschaft) dari Jerman diizinkan untuk menyebarkan ajarannya di Hindia Belanda. Karena Kerajaan Belanda di Eropa telah mulai menjadi sekuler, pemerintah kolonial juga tidak bisa mencegah misionaris-misionaris Katolik melakukan aktivitas-aktivitasnya di Hindia Belanda. Pemisahan antara gereja dan negara berarti negara harus mengambil sikap netral mengenai isu-isu agama, karenanya aktivitas-aktivitas misionaris diserahkan pada sektor non-pemerintahan.

Sekalipun pada tahun 1900, aktivitas-aktivitas misionaris telah terbentuk di seluruh wilayah koloni (kecuali untuk wilayah-wilayah Muslim di Aceh dan Sumatra Barat), jumlah umat Kristen tidak banyak bertambah dibandingkan satu abad sebelumnya. Hanya dua wilayah yang menunjukkan pertambahan besar untuk jumlah penduduk asli pengikut ajaran Protestan, yaitu Minahasa (Sulawesi Selatan) dan Tapanuli (Sumatra Utara). 'Kegagalan' umum penyebaran agama Kristen kepada penduduk asli dalam skala besar terutama disebabkan karena kurangnya kemampuan finansial, terbatasnya jumlah pekerja, dan pengunaan metode-metode yang tidak tepat. Setelah tahun 1900, ekspansi wilayah oleh Pemerintah Kolonial telah hampir sukses seluruhnya dan politik etis (bertujuan meningkatkan standar hidup penduduk asli) diperkenalkan. Kebijakan baru ini mengimplikasikan dampak lebih langsung kepada penduduk asli yang - antara lain - menyebabkan kedatangan (khususnya) banyak umat Katolik dari Belanda. Dengan lebih banyak sumberdaya manusia dan dukungan keuangan, aktivitas-aktivitas misionaris Katolik bergerak ke wilayah-wilayah baru dan jumlah penduduk asli pengikut ajaran Katolik turut bertambah. Kelompok-kelompok Protestan didukung oleh sejumah organisasi dari wilayah Amerika Utara yang datang ke Hindia Belanda pada pertengahan pertama abad ke-20. Pada umumnya, pendekatan misionaris di koloni Belanda cukup terpecah-percah. Pada tahun 1938, diambil langkah-langkah untuk mendirikan Dewan Kristen Nasional di Hindia Belanda namun Perang Dunia II dan dilanjutkan dengan kemerdekaan Indonesia mengakhiri usaha ini.

Kekristenan di Indonesia Sekarang

Kendati ada sejumlah wilayah di Indonesia yang memiliki masyarat yang jelas mayoritas Kristen (lihat peta di atas), secara keseluruhan, agama Kristen hanya menjadi agama minoritas di Indonesia. Oleh karena itu, umat Kristen memiliki posisi sosial politik yang agak lemah di negara ini dengan pengecualian di beberapa wilayah mayoritas Kristen (di wilayah-wilayah ini umat Muslim terkadang harus menghadapi tindakan-tindakan diskriminatif). Posisi umum yang lemah ini membuat sebagian besar umat Kristen Indonesia menyadari posisinya sebagai minoritas dan karenanya mereka berusaha menjalin hubungan baik dengan umat Muslim. Meskipun begitu, mengenai rasa kebangsaan Indonesia, umat Kristen sama kuatnya dalam kebanggaan nasionalis seperti umat Muslim yang menjadi mayoritas. Umat Kristen juga sangat mendukung penjagaan persatuan Indonesia.

Dalam beberapa dekade terakhir, ada banyak catatan kasus mengenai serangan-serangan kelompok-kelompok radikal Muslim melawan gereja-gereja dan umat Kristen. Hal ini menimbulkan rasa takut di dalam komunitas Kristen Indonesia. Insiden-insiden ini terutama terjadi di pulau Jawa tempat umat Kristen menjadi minoritas. Sayangnya, situasi ini sepertinya akan terus berlanjut. Namun, serangan-serangan ini bisa dijelaskan sebagai ekspresi ketakutan dan frustasi dari para pelakunya karena Indonesia (dianggap oleh para pelaku) telah mengalami proses 'Kristenisasi' setelah masa kemerdekaan. Sebetulnya, akar masalah ini ada di dalam sejarah yang mencatat bahwa kelompok elit Kristen yang cukup besar (yang diperlengkapi dengan pendidikan dan perekonomian yang lebih baik) diperlakukan lebih baik oleh Belanda pada era kolonial. Setelah kemerdekaan Indonesia, kelompok elit Kristen menjadi kekuatan yang berpengaruh dalam perpolitikan (termasuk di dalam militer) dan perekonomian Indonesia baik pada masa pemerintahan Soekarno maupun Suharto (pada pertengahan awal rezimnya). Alasan utama dari situasi paradoks ini adalah karena umat Kristen - sebagai kelompok minoritas - tidak merupakan ancaman besar. Pada tahun 1950an dan 1960an terjadi pertarungan kekuasaan antara kelompok nasionalis, komunis, dan golongon Islam, sementara waktu Suharto mengambil alih kekuasaan pada tahun 1966 (dan kelompok komunis dihapuskan), tetap perlu upaya besar dari Pemerintah untuk mengurangi peran politik Islam di dalam masyarakat Indonesia. Di dekade-dekade kekacauan dan ketidakpercayaan, umat Kristen dianggap sebagai sekutu (karena tidak memiliki agenda tersembunyi) dalam menghadapi kekuatan-kekuatan tandingan di dalam masyarakat. Kondisi ini berubah di akhir 1980an dan 1990an ketika tidak hanya kelompok Islam aliran keras yang menolak Pemerintah tetapi juga kelompok Islam moderat mulai mengkritik Pemerintah dan menuntut demokrasi. Untuk meraih lebih banyak dukungan populer, Suharto (seorang Muslim tradisional yang tidak terlalu religius) memutuskan menerapkan kebijakan-kebijakan yang lebih pro-Muslim, termasuk menempatkan lebih banyak orang Islam di posisi pucuk pemerintahan (termasuk di militer). Ini menyebabkan penurunan pengaruh umat Kristen dalam politik nasional.

Di masyarakat Indonesia, umat Muslim dan Kristen hidup dalam keharmonisan sosial. Antara 1997 sampai 2004 (pada saat dan setelah kejatuhan Suharto) sejumlah wilayah di Indonesia diserang oleh insiden-insiden kekerasan mengerikan yang diberi label 'konflik agama'. Namun, salah apabila menganggap konflik-konflik ini hanya masalah agama semata. Kejatuhan Suharto membuka kompetisi sengit untuk mendapatkan kekuasaan-kekuasaan politik, ekonomi, dan sosial di daerah-daerah Indonesia; dan juga di antara kelompok-kelompok beragama sama. Dikombinasikan dengan pemerintahan pusat yang lemah dan tidak terorganisir (termasuk militer nasional) karena Krisis Keuangan Asia, konflik-konflik ini mendapat kesempatan untuk membesar dan menjadi semakin lama periodenya. Ada juga laporan-laporan yang mengklaim militer Indonesia justru mendorong berlanjutnya konflik-konflik ini untuk menciptakan kekacauan di dalam negeri supaya bisa mendapatkan lebih banyak kekuatan politik.

1. Login Portal BOS dengan menggunakan akun Emis Pendis

2. Membuat Perjanjian Kerjasama

3. Mengupload dokumen persyaratan dan ajukan validasi

4. Mencetak bukti tanda terima telah mengupload dokumen persyaratan

7. Lembaga melaporkan penggunaan dana bos via Protal BOS Pesantren

6. Bank melakukan verifikasi dan mencairkan dana bantuan

5. Datang ke Bank dengan membawa dokument persyaratan dan bukti tanda terima

Agama di India dikarakteristikan oleh beragam praktik dan kepercayaan keagamaan. Anak benua India adalah tempat lahir dari empat agama besar di dunia: yakni Hindu, Buddha, Jain dan Sikh. Sepanjang sejarah India, agama telah menjadi bagian penting dari budaya negara tersebut. Keragaman dan toleransi agama berdiri di negara tersebut lewat hukum dan kebiasaan; Konstitusi India telah mendeklarasikan hak untuk kebebasan beragama menjadi hak fundamental.[1]

Barat laut India adalah rumah dari salah satu peradaban tertua di dunia, peradaban lembah Indus. Saat ini, India meliputi sekitar 90% populasi umat Hindu di dunia. Kebanyakan kuil dan candi Hindu terletak di India, sebagai tempat-tempat lahir sebagian besar orang suci Hindu. Allahabad mentuanrumahi tempat ziarah keagamaan terbesar di dunia, Kumbha Mela, dimana umat Hindu dari seluruh dunia berkumpul untuk mandi di tiga sungai keramat di India: Ganga, Yamuna, dan Saraswati. Diaspora India di Barat mempopulerkan beberapa aspek filsafat Hindu seperti yoga, meditasi, pengobatan Ayurweda, keilahian, karma, dan reinkarnasi.[2] Pengaruh agama-agama India telah menjadi signifikan di seluruh dunia. Beberapa organisasi berbasis Hindu, seperti gerakan Hare Krishna, Brahma Kumari, Ananda Marga, dan lainnya telah menyebarkan kepercayaan dan praktik spiritual India.

Menurut sensus 2011, 79.8% dari populasi India mempraktikan Hindu, 14,2% menganut Islam, 2,3% menganut Kristen, sementara sisanya menganut agama lainnya 3,7% (Sikh, Buddha, Jain dan berbagai kepercayaan bertonggak etnis pribumi). Zoroastrian dan Yudaisme juga memiliki sejarah kuno di India, dan masing-masing telah memiliki sekitar ribuan pengikut di India. India memiliki populasi terbesar dari orang-orang yang menganut Zoroastrian (contohnya orang Parsi dan Iran) dan Kepercayaan Bahá'í di dunia,[3] meskipun agama-agama tersebut tidak berasal dari India. Beberapa agama dunia lainnya juga memiliki hubungan dengan spiritualitas India, seperti kepercayaan Baha'i yang mengakui Buddha dan Kresna sebagai manifestasi Tuhan.[4]

India memiliki populasi Ahmadiyyah terbesar di dunia dan menjadi tempat terbentuknya Islam Ahmadiyyah, sehingga negara tersebut menjadi salah satu negara di dunia dengan sekitar 1 juta Muslim Ahmadiyyah. Kuil-kuil beberapa orang suci terkenal dari Sufisme, seperti Moinuddin Chishti dan Nizamuddin Auliya, ditemukan di India, dan didatangi wisatawan dari seluruh dunia.[5] India juga merupakan rumah dari beberapa monumen arsitektur Islam terkenal, seperti Taj Mahal dan Qutb Minar.

Berikut adalah besaran penduduk negara India berdasarkan agama yang dianut menurut negara bagian:[6]. Sensus Penduduk India Tahun 2011 menunjukkan, jumlah penduduk India sudah mencapai 1,2 miliar penduduk.

“Semua nilai dalam sila-sila Pancasila itu sejalan dengan ajaran semua agama,” kata Menteri Agama RI Jenderal (Purn) Fachrul Razi saat memberikan ceramah kepada peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 61, Senin 18 Mei 2020. Pada kesempatan tersebut Fachrul mengangkat topik “Implementasi Nilai-nilai Pancasila dalam Kehidupan Beragama”.

Topik tersebut diangkat dengan tujuan untuk menyampaikan pentingnya menerjemahkan nilai-nilai Pancasila dalam konteks kehidupan keagamaan. Fachrul menyampaikan bahwa Pancasila mempersatukan berbagai keragaman yang Indonesia miliki, baik dari segi agama, budaya, bahasa, suku, etnis, dan keragaman lainnya. Akan tetapi, Fachrul juga mengakui bahwa dalam perjalanan Bangsa Indonesia, masih ada pihak-pihak yang masih berusaha membenturkan nilai-nilai Pancasila dengan nilai-nilai agama. Ada sebagian pihak yang menyebutkan bahwa tidak ada hukum yang lebih tinggi selain hukum Tuhan. “Padahal, Pancasila itu sendiri dirumuskan oleh para pendiri bangsa yang termasuk di dalamnya ahli agama,” tutur Fachrul.

Indonesia sebagai negara Pancasila juga memfasilitasi dan mengakomodasi penyelenggaraan aktivitas keagamaan setiap warga negara, serta pada saat yang sama tetap menjamin kebebasan setiap warga negaranya untuk menjalankan keyakinan serta kepercayaannya masing-masing, tanpa ditentukan oleh Negara. Maka, Pancasila sama sekali tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama mana pun.

“Keragaman dalam hal agama merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia,” ujar Fachrul. Menurut Fachrul, saat ini konflik yang berbasis isu keagamaan masih sesekali terjadi diakibatkan menajamnya perbedaan penafsiran, hingga konflik yang diakibatkan oleh adanya sikap intoleransi, ekstremisme, radikalisme, hingga terorisme.

Oleh karena itu, perlu ada upaya terus menerus untuk menjelaskan dan memberikan pengertian bahwa nilai-nilai Pancasila sama sekali tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama mana pun. Bahkan Pancasila dapat dianggap sebagai jalan tengah yang mampu mengakomodasi nilai-nilai agama untuk diterjemahkan dalam konteks bernegara dan dapat dikatakan bahwa pengaruh agama sangat kuat mewarnai rumusan berbagai isi perundang-undangan, peraturan, serta regulasi-regulasi turunannya di Indonesia.

Pancasila sebagai sebuah ideologi negara telah teruji karena lahir dari kesepakatan bersama antarkelompok yang beragam. Lahirnya Pancasila tidak hanya melibatkan tokoh dari kalangan satu agama saja, melainkan juga tokoh-tokoh agama lain dan kelompok nasionalis. “Namun, dalam implementasinya, nilai-nilai Pancasila masih perlu diterjemahkan secara lebih konkret agar betul-betul dirasakan manfaatnya oleh seluruh umat beragama,” kata Fachrul.

Kemudian Fachrul menyampaikan bahwa sebagai upaya mensinergikan nilai-nilai Pancasila dengan ajaran agama, Kementerian Agama (Kemenag) RI telah merumuskan sebuah gagasan yang disebut sebagai Moderasi Beragama. Melalui Moderasi Beragama, Kemenag mendorong pertumbuhan cara pandang, sikap, dan perilaku beragama yang moderat, tidak ekstrem atau berlebihan, karena agama apapun memang melarang setiap umatnya untuk berlebih-lebihan. Kemenag sudah merumuskan sejumlah indikator keberhasilan Moderasi Beragama, yang salah satunya adalah adanya wawasan kebangsaan yang kuat pada umat beragama. “Komitmen kebangsaan umat beragama penting sebagai benteng dari dalam untuk menghalau merebaknya ideologi yang berlawanan dengan Pancasila,” ujar Fachrul.

6 Macam Tempat Ibadah Agama di Indonesia – Indonesia sebagai negara majemuk memiliki beraneka ragam suku, budaya, agama, dan kepercayaan. Enam agama resmi yang diakui di Indonesia tentu memiliki hari besar, cara beribadah dan tempat beribadah yang berbeda-beda.

Indonesia memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai ajarannya masing-masing. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 28E ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi, “Setiap warga negara bebas memeluk agama dan beribadah sesuai agamanya”.

Perbedaan agama di Indonesia telah ada sejak zaman dahulu. Bangsa India awalnya memperkenalkan agama Hindu dan Buddha masuk ke Indonesia. Kemudian disusul oleh kedatangan bangsa Gujarat yang membawa agama Islam.

Selanjutnya, agama Kristen Protestan dan Kristen Katolik diperkenalkan oleh bangsa Eropa yang datang ke Indonesia. Terakhir, bangsa China datang dan mulai membawa ajaran agama Konghucu.

Dalam urusan kepercayaan, Indonesia merupakan negara yang sangat menghormati perbedaan agama. Enam agama yang diakui di Indonesia memiliki ciri khas tersendiri.

Indonesia mengakui agama atau kepercayaan sebagai elemen penting kepada Sang Pencipta. Hal tersebut menjadikan Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan nilai sosial.

Sila pertama Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” menjadi bukti bahwa Indonesia menghargai berbagai agama atau kepercayaan sebagai elemen penting dalam kehidupan. Berbicara mengenai agama tentu berkaitan erat dengan rumah ibadah.

Setiap agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia memerlukan tempat beribadah untuk memenuhi kebutuhan rohani. Masing-masing tempat ibadah tentu memiliki bentuk dan pengaturan yang menjadi ciri khas.

Masyarakat kerap mengartikan rumah ibadah sebagai sarana keagamaan yang penting bagi setiap pemeluk agama di suatu tempat. Kemudian rumah ibadah sendiri identik dengan simbol “keberadaan” pemeluk agama.

Selain sebagai simbol, rumah ibadah juga berguna sebagai tempat melakukan ibadah dan penyiaran agama. Sebagai tempat peribadahan, rumah ibadah diharapkan mampu memberikan dorongan yang kuat dan terarah kepada jemaahnya.

Hal tersebut bertujuan agar kehidupan spiritual pemeluk agama tersebut menjadi lebih baik. Sebagai sarana yang penting, tempat ibadah menjadi prioritas utama agar kenyamanan umat dalam melakukan ibadah terjamin.

Dalam melakukan kewajiban beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, sarana tempat ibadah dibangun untuk memenuhi kebutuhan spiritual umat beragama. Artikel kali ini akan membahas mengenai berbagai tempat beribadah di Indonesia. Penasaran apa saja nama tempat ibadah di Indonesia? Yuk, simak artikel ini sampai tuntas.

Gereja (Kristen Katolik)

Ilustrasi Gereja Kepanjen Surabaya (sumber: www.wisataidn.com)

Pemeluk agama Kristen Katolik menyebut tempat ibadahnya dengan nama gereja. Perbedaan antara gereja Protestan dan gereja Katolik terletak pada desain bangunannya. Gereja Katolik umumnya memiliki desain bangunan yang lebih klasik.

Kemudian gereja Katolik biasanya memiliki sudut lancip yang mengarah ke atas pada bangunan luarnya. Pada gereja Katolik terdapat salib dan patung Yesus Kristus yang ditempatkan di tengah fasad bangunan.

Gereja Katolik di Indonesia memiliki persekutuan dengan Paus atau Uskup Roma yang memegang otoritas tertinggi bersama Dewan Uskup. Kedatangan bangsa Portugis ke Maluku pada tahun 1.534 menjadi awal sejarah gereja Katolik di Indonesia.

Kemudian di tahun 1.546-1.547, Santo Fransiskus Xaverius datang mengunjungi Ambon, Sapuara, dan Ternate untuk membaptis beberapa ribu penduduk setempat. Kata gereja dalam bahasa Indonesia memiliki beberapa arti, yakni “umat”.

Pertama, gereja bukanlah sebuah gedung melainkan persekutuan orang Kristen. Kedua, gereja dapat diartikan sebagai sebuah pertemuan atau perhimpunan ibadah umat Kristen. Indonesia sendiri memiliki beberapa gereja Katolik bersejarah yang cukup terkenal, yaitu:

Ilustrasi Pura Besakih Bali (sumber: tripsavvy.com)

Hindu sebagai agama resmi yang diakui di Indonesia memiliki tempat ibadah yang dikenal dengan nama pura untuk umat Hindu. Sementara sebutan Wasi sebagai tempat ibadah agama Hindu dikhususkan untuk pemuka agamanya.

Agama Hindu yang tersebar di seluruh Nusantara masuk pada awal tahun masehi. Hal tersebut dibuktikan dengan penemuan prasasti peninggaran Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur.

Agama Hindu sendiri memiliki sejarah yang cukup panjang jika dibandingkan dengan agama resmi lain di Indonesia. Sebagian besar umat Hindu berdomisili di Bali. Secara umum, bangunan pura di Indonesia dirancang dengan bangunan terbuka yang dikelilingi oleh tembok.

Kemudian bangunan pura memiliki gerbang yang saling terhubung dengan banyak ukiran terpahat. Di Indonesia sendiri, pura terkonsentrasi di Bali yang memiliki mayoritas penduduk penganut agama Hindu.

Kata “pura” sebagai tempat ibadah umat Hindu berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti kota, kota dengan menara atau istana, dan kota berbenteng. Bangunan pura memiliki struktur dengan konsep trimandala yang berkaitan erat dengan derajat kesuciannya.

Struktur Pura terbagi menjadi tiga, yakni nista mandala, madya mandala, dan utama mandala. Mari kita bahas satu per satu. Pada bagian nista mandala atau jaba pisan merupakan zona terluar yang menjadi pintu masuk dari lingkungan luar.

Zona tersebut biasanya berupa taman atau lapangan yang kerap digunakan untuk kegiatan pementasan tari atau persiapan berbagai upacara. Kemudian bagian madya mandala atau jaba tengah merupakan fasilitas pendukung atau zona tengah tempat aktivitas umat.

Zona tersebut biasanya diisi dengan bale gong, bale kulkul, wantilan, bale perantenan, dan bale pesandekan. Terakhir, bagian utama mandala atau jero yang menjadi zona paling suci di dalam pura. Di zona tersebut Grameds akan menemukan padmasana, bale piyasan, pelinggih meru, bale pepelik, bale pawedan, bale murda, dan bale gedong penyimpanan.

Selain berfungsi sebagai tempat beribadah bagi umat Hindu, pura kerap dijadikan sebagai tempat pendidikan moral, tempat mewujudkan rasa bhakti kepada Tuhan, dan tempat mendidik keterampilan. Indonesia sendiri memiliki beberapa pura bersejarah yang cukup terkenal di Bali, yakni:

Baca Juga: 6 Agama di Indonesia

Ilustrasi Vihara Avalokitesvara (sumber: pinterest.com)

Agama Buddha sebagai agama tertua di dunia memiliki tempat ibadah yang bernama vihara atau kuil. Vihara sebagai tempat beribadah umat Buddha berasal dari bahasa Pali India Kuno yang berarti tempat tinggal atau tempat melakukan puja bhakti.

Secara umum, vihara sebagai tempat ibadah merupakan komplek yang terdiri dari dhammasala, uposathagara, kuthi, dan bhavana sabha. Selain itu, bangunan vihara biasanya memiliki gaya arsitektur khas Tiongkok yang telah berbaur dengan kearifan lokal.

Selain berfungsi sebagai pusat keagamaan, vihara juga berfungsi sebagai pusat pendidikan, pengembangan budaya, pengembangan sosial kemasyarakatan, dan tempat pertemuan atau pelantikan organisasi Buddha. Berdoa, bermeditasi, dan membaca parrita menjadi kegiatan yang kerap dilakukan di dalam vihara.

Kompleks vihara yang dikelilingi pagar memiliki beberapa relief dengan keunikannya. Indonesia sendiri memiliki beberapa vihara tertua yang cukup terkenal, yaitu:

Kelenteng (Konghucu)

Ilustrasi Kelenteng Kwan Sing Bio (sumber: visitingtuban.blogspot.com)

Agama Konghucu sebagai agama resmi yang diakui di Indonesia memiliki tempat ibadah yang disebut kelenteng. Di beberapa daerah, kelenteng kerap disebut dengan nama Tokong. Nama tersebut diambil dari bunyi lonceng saat penyelenggaraan upacara.

Selain menjadi tempat beribadah, kelenteng juga berfungsi sebagai simbol ajaran kepercayaan, tempat sumber ajaran spiritual, pusat kegiatan sosial, pusat pembauran kesenian, dan penanda sejarah perkembangan masyarakat Tionghoa. Secara umum, kelenteng memiliki bangunan khas bergaya Tiongkok.

Kemunculan bangunan tua tempat pemujaan pada Konfusius di Pontianak menjadi awal perkembangan agama Konghucu pada abad ke-17. Indonesia sendiri memiliki beberapa kelenteng bersejarah yang cukup terkenal, yaitu:

Itulah tempat beribadah berbagai agama yang diakui di Indonesia. Sebagai bangsa majemuk, Indonesia tentu terlibat untuk menata kehidupan beragama. Masing-masing pemeluk agama memiliki kesempatan yang sama untuk menciptakan kehidupan beragama sesuai dengan ajarannya. Semoga keberagaman yang ada dapat menjadi sumber kekayaan budaya bangsa.

6 Macam Tempat Ibadah Agama di Indonesia – Indonesia sebagai negara majemuk memiliki beraneka ragam suku, budaya, agama, dan kepercayaan. Enam agama resmi yang diakui di Indonesia tentu memiliki hari besar, cara beribadah dan tempat beribadah yang berbeda-beda.

Indonesia memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai ajarannya masing-masing. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 28E ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi, “Setiap warga negara bebas memeluk agama dan beribadah sesuai agamanya”.

Perbedaan agama di Indonesia telah ada sejak zaman dahulu. Bangsa India awalnya memperkenalkan agama Hindu dan Buddha masuk ke Indonesia. Kemudian disusul oleh kedatangan bangsa Gujarat yang membawa agama Islam.

Selanjutnya, agama Kristen Protestan dan Kristen Katolik diperkenalkan oleh bangsa Eropa yang datang ke Indonesia. Terakhir, bangsa China datang dan mulai membawa ajaran agama Konghucu.

Dalam urusan kepercayaan, Indonesia merupakan negara yang sangat menghormati perbedaan agama. Enam agama yang diakui di Indonesia memiliki ciri khas tersendiri.

Indonesia mengakui agama atau kepercayaan sebagai elemen penting kepada Sang Pencipta. Hal tersebut menjadikan Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan nilai sosial.

Sila pertama Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” menjadi bukti bahwa Indonesia menghargai berbagai agama atau kepercayaan sebagai elemen penting dalam kehidupan. Berbicara mengenai agama tentu berkaitan erat dengan rumah ibadah.

Setiap agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia memerlukan tempat beribadah untuk memenuhi kebutuhan rohani. Masing-masing tempat ibadah tentu memiliki bentuk dan pengaturan yang menjadi ciri khas.

Masyarakat kerap mengartikan rumah ibadah sebagai sarana keagamaan yang penting bagi setiap pemeluk agama di suatu tempat. Kemudian rumah ibadah sendiri identik dengan simbol “keberadaan” pemeluk agama.

Selain sebagai simbol, rumah ibadah juga berguna sebagai tempat melakukan ibadah dan penyiaran agama. Sebagai tempat peribadahan, rumah ibadah diharapkan mampu memberikan dorongan yang kuat dan terarah kepada jemaahnya.

Hal tersebut bertujuan agar kehidupan spiritual pemeluk agama tersebut menjadi lebih baik. Sebagai sarana yang penting, tempat ibadah menjadi prioritas utama agar kenyamanan umat dalam melakukan ibadah terjamin.

Dalam melakukan kewajiban beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, sarana tempat ibadah dibangun untuk memenuhi kebutuhan spiritual umat beragama. Artikel kali ini akan membahas mengenai berbagai tempat beribadah di Indonesia. Penasaran apa saja nama tempat ibadah di Indonesia? Yuk, simak artikel ini sampai tuntas.

Tempat Ibadah Agama di Indonesia

Ilustrasi Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh (sumber: sidoharind.co.id)

Simbol tempat beribadah bagi umat Islam ialah masjid. Masjid atau dalam padanan bahasa Inggris disebut mosque merupakan tempat ibadah umat islam atau muslim. Kata mosque sendiri berasal dari bahasa Spanyol, yakni mezquita.

Selain difungsikan sebagai tempat beribadah, masjid merupakan tempat bermusyawarah kaum muslimin untuk memecahkan persoalan yang timbul dalam masyarakat. Kemudian masjid juga berfungsi sebagai wadah untuk meningkatkan kecerdasan dan ilmu pengetahuan kaum muslimin, lho Grameds.

Tak hanya itu, masjid kerap berguna untuk kegiatan perayaan hari besar, membina keutuhan ikatan jemaah, tempat berkonsultasi, dan lain sebagainya. Secara umum, sebuah kubah menjadi ciri khas pada eksterior masjid di Indonesia.

Untuk bagian interior, masjid Indonesia kerap menggunakan dekorasi kaligrafi di dinding dan mimbar tempat khatib menyampaikan ceramah. Masyarakat Indonesia memiliki sebutan khusus untuk masjid yang memiliki ukuran lebih kecil. Mereka biasa menyebutnya sengan sebutan musala, surau, dan langgar.

Dalam sejarah Islam, masjid menduduki peranan yang penting dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran. Indonesia sendiri memiliki beberapa masjid bersejarah yang cukup terkenal, yaitu:

Tempat Ibadah Agama di Indonesia

Ilustrasi Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh (sumber: sidoharind.co.id)

Simbol tempat beribadah bagi umat Islam ialah masjid. Masjid atau dalam padanan bahasa Inggris disebut mosque merupakan tempat ibadah umat islam atau muslim. Kata mosque sendiri berasal dari bahasa Spanyol, yakni mezquita.

Selain difungsikan sebagai tempat beribadah, masjid merupakan tempat bermusyawarah kaum muslimin untuk memecahkan persoalan yang timbul dalam masyarakat. Kemudian masjid juga berfungsi sebagai wadah untuk meningkatkan kecerdasan dan ilmu pengetahuan kaum muslimin, lho Grameds.

Tak hanya itu, masjid kerap berguna untuk kegiatan perayaan hari besar, membina keutuhan ikatan jemaah, tempat berkonsultasi, dan lain sebagainya. Secara umum, sebuah kubah menjadi ciri khas pada eksterior masjid di Indonesia.

Untuk bagian interior, masjid Indonesia kerap menggunakan dekorasi kaligrafi di dinding dan mimbar tempat khatib menyampaikan ceramah. Masyarakat Indonesia memiliki sebutan khusus untuk masjid yang memiliki ukuran lebih kecil. Mereka biasa menyebutnya sengan sebutan musala, surau, dan langgar.

Dalam sejarah Islam, masjid menduduki peranan yang penting dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran. Indonesia sendiri memiliki beberapa masjid bersejarah yang cukup terkenal, yaitu:

Gereja (Kristen Protestan)

Ilustrasi Gereja Injil Minahasa (sumber: www.gmim.or.id)

Gereja merupakan tempat ibadah bagi agama Kristen Protestan untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Selain digunakan sebagai tempat beribadah, gedung gereja berguna untuk membangun relasi antar jemaat dan masyarakat luas.

Gereja sebagai sebuah bangunan atau struktur dibangun dengan tujuan utama untuk memfasilitasi pertemuan. Gereja juga memiliki fungsi sosial dan komunitas yang berperan penting dalam membantu orang lain.

Kata gereja sendiri berasal dari bahasa Yunani, yakni “Ekklesia” yang berarti perkumpulan atau orang-orang yang dipanggil keluar. Penggunaan salib pada bagian luar bangunan menjadi ciri utama yang sangat khas dari sebuah gereja.

Selain itu, gereja tradisional biasanya memiliki sebuah kubah atau menara pada bagian atas bagunan. Sedangkan pada gereja yang lebih modern biasanya memiliki variasi tata letak dan arsitektur.

Sejarah gereja di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh bangsa Belanda. Gereja Protestan di Indonesia berkembang pesat dalam pengawasan dan tanggung jawab VOC pada masa kolonial Belanda.

Bagi pemerintah Belanda, bangunan gereja pada masa itu sangatlah istimewa. Dapat dikatakan bahwa jemaat Indonesia merupakan perwujudan jemaat Belanda dengan ajaran Calvinis. Indonesia sendiri memiliki beberapa gereja Protestan bersejarah yang cukup terkenal, yaitu:

Tempat Ibadah Agama di Indonesia

Ilustrasi Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh (sumber: sidoharind.co.id)

Simbol tempat beribadah bagi umat Islam ialah masjid. Masjid atau dalam padanan bahasa Inggris disebut mosque merupakan tempat ibadah umat islam atau muslim. Kata mosque sendiri berasal dari bahasa Spanyol, yakni mezquita.

Selain difungsikan sebagai tempat beribadah, masjid merupakan tempat bermusyawarah kaum muslimin untuk memecahkan persoalan yang timbul dalam masyarakat. Kemudian masjid juga berfungsi sebagai wadah untuk meningkatkan kecerdasan dan ilmu pengetahuan kaum muslimin, lho Grameds.

Tak hanya itu, masjid kerap berguna untuk kegiatan perayaan hari besar, membina keutuhan ikatan jemaah, tempat berkonsultasi, dan lain sebagainya. Secara umum, sebuah kubah menjadi ciri khas pada eksterior masjid di Indonesia.

Untuk bagian interior, masjid Indonesia kerap menggunakan dekorasi kaligrafi di dinding dan mimbar tempat khatib menyampaikan ceramah. Masyarakat Indonesia memiliki sebutan khusus untuk masjid yang memiliki ukuran lebih kecil. Mereka biasa menyebutnya sengan sebutan musala, surau, dan langgar.

Dalam sejarah Islam, masjid menduduki peranan yang penting dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran. Indonesia sendiri memiliki beberapa masjid bersejarah yang cukup terkenal, yaitu:

Kelenteng (Konghucu)

Ilustrasi Kelenteng Kwan Sing Bio (sumber: visitingtuban.blogspot.com)

Agama Konghucu sebagai agama resmi yang diakui di Indonesia memiliki tempat ibadah yang disebut kelenteng. Di beberapa daerah, kelenteng kerap disebut dengan nama Tokong. Nama tersebut diambil dari bunyi lonceng saat penyelenggaraan upacara.

Selain menjadi tempat beribadah, kelenteng juga berfungsi sebagai simbol ajaran kepercayaan, tempat sumber ajaran spiritual, pusat kegiatan sosial, pusat pembauran kesenian, dan penanda sejarah perkembangan masyarakat Tionghoa. Secara umum, kelenteng memiliki bangunan khas bergaya Tiongkok.

Kemunculan bangunan tua tempat pemujaan pada Konfusius di Pontianak menjadi awal perkembangan agama Konghucu pada abad ke-17. Indonesia sendiri memiliki beberapa kelenteng bersejarah yang cukup terkenal, yaitu:

Itulah tempat beribadah berbagai agama yang diakui di Indonesia. Sebagai bangsa majemuk, Indonesia tentu terlibat untuk menata kehidupan beragama. Masing-masing pemeluk agama memiliki kesempatan yang sama untuk menciptakan kehidupan beragama sesuai dengan ajarannya. Semoga keberagaman yang ada dapat menjadi sumber kekayaan budaya bangsa.

6 Macam Tempat Ibadah Agama di Indonesia – Indonesia sebagai negara majemuk memiliki beraneka ragam suku, budaya, agama, dan kepercayaan. Enam agama resmi yang diakui di Indonesia tentu memiliki hari besar, cara beribadah dan tempat beribadah yang berbeda-beda.

Indonesia memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai ajarannya masing-masing. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 28E ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi, “Setiap warga negara bebas memeluk agama dan beribadah sesuai agamanya”.

Perbedaan agama di Indonesia telah ada sejak zaman dahulu. Bangsa India awalnya memperkenalkan agama Hindu dan Buddha masuk ke Indonesia. Kemudian disusul oleh kedatangan bangsa Gujarat yang membawa agama Islam.

Selanjutnya, agama Kristen Protestan dan Kristen Katolik diperkenalkan oleh bangsa Eropa yang datang ke Indonesia. Terakhir, bangsa China datang dan mulai membawa ajaran agama Konghucu.

Dalam urusan kepercayaan, Indonesia merupakan negara yang sangat menghormati perbedaan agama. Enam agama yang diakui di Indonesia memiliki ciri khas tersendiri.

Indonesia mengakui agama atau kepercayaan sebagai elemen penting kepada Sang Pencipta. Hal tersebut menjadikan Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan nilai sosial.

Sila pertama Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” menjadi bukti bahwa Indonesia menghargai berbagai agama atau kepercayaan sebagai elemen penting dalam kehidupan. Berbicara mengenai agama tentu berkaitan erat dengan rumah ibadah.

Setiap agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia memerlukan tempat beribadah untuk memenuhi kebutuhan rohani. Masing-masing tempat ibadah tentu memiliki bentuk dan pengaturan yang menjadi ciri khas.

Masyarakat kerap mengartikan rumah ibadah sebagai sarana keagamaan yang penting bagi setiap pemeluk agama di suatu tempat. Kemudian rumah ibadah sendiri identik dengan simbol “keberadaan” pemeluk agama.

Selain sebagai simbol, rumah ibadah juga berguna sebagai tempat melakukan ibadah dan penyiaran agama. Sebagai tempat peribadahan, rumah ibadah diharapkan mampu memberikan dorongan yang kuat dan terarah kepada jemaahnya.

Hal tersebut bertujuan agar kehidupan spiritual pemeluk agama tersebut menjadi lebih baik. Sebagai sarana yang penting, tempat ibadah menjadi prioritas utama agar kenyamanan umat dalam melakukan ibadah terjamin.

Dalam melakukan kewajiban beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, sarana tempat ibadah dibangun untuk memenuhi kebutuhan spiritual umat beragama. Artikel kali ini akan membahas mengenai berbagai tempat beribadah di Indonesia. Penasaran apa saja nama tempat ibadah di Indonesia? Yuk, simak artikel ini sampai tuntas.

Gereja (Kristen Protestan)

Ilustrasi Gereja Injil Minahasa (sumber: www.gmim.or.id)

Gereja merupakan tempat ibadah bagi agama Kristen Protestan untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Selain digunakan sebagai tempat beribadah, gedung gereja berguna untuk membangun relasi antar jemaat dan masyarakat luas.

Gereja sebagai sebuah bangunan atau struktur dibangun dengan tujuan utama untuk memfasilitasi pertemuan. Gereja juga memiliki fungsi sosial dan komunitas yang berperan penting dalam membantu orang lain.

Kata gereja sendiri berasal dari bahasa Yunani, yakni “Ekklesia” yang berarti perkumpulan atau orang-orang yang dipanggil keluar. Penggunaan salib pada bagian luar bangunan menjadi ciri utama yang sangat khas dari sebuah gereja.

Selain itu, gereja tradisional biasanya memiliki sebuah kubah atau menara pada bagian atas bagunan. Sedangkan pada gereja yang lebih modern biasanya memiliki variasi tata letak dan arsitektur.

Sejarah gereja di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh bangsa Belanda. Gereja Protestan di Indonesia berkembang pesat dalam pengawasan dan tanggung jawab VOC pada masa kolonial Belanda.

Bagi pemerintah Belanda, bangunan gereja pada masa itu sangatlah istimewa. Dapat dikatakan bahwa jemaat Indonesia merupakan perwujudan jemaat Belanda dengan ajaran Calvinis. Indonesia sendiri memiliki beberapa gereja Protestan bersejarah yang cukup terkenal, yaitu:

Gereja (Kristen Katolik)

Ilustrasi Gereja Kepanjen Surabaya (sumber: www.wisataidn.com)

Pemeluk agama Kristen Katolik menyebut tempat ibadahnya dengan nama gereja. Perbedaan antara gereja Protestan dan gereja Katolik terletak pada desain bangunannya. Gereja Katolik umumnya memiliki desain bangunan yang lebih klasik.

Kemudian gereja Katolik biasanya memiliki sudut lancip yang mengarah ke atas pada bangunan luarnya. Pada gereja Katolik terdapat salib dan patung Yesus Kristus yang ditempatkan di tengah fasad bangunan.

Gereja Katolik di Indonesia memiliki persekutuan dengan Paus atau Uskup Roma yang memegang otoritas tertinggi bersama Dewan Uskup. Kedatangan bangsa Portugis ke Maluku pada tahun 1.534 menjadi awal sejarah gereja Katolik di Indonesia.

Kemudian di tahun 1.546-1.547, Santo Fransiskus Xaverius datang mengunjungi Ambon, Sapuara, dan Ternate untuk membaptis beberapa ribu penduduk setempat. Kata gereja dalam bahasa Indonesia memiliki beberapa arti, yakni “umat”.

Pertama, gereja bukanlah sebuah gedung melainkan persekutuan orang Kristen. Kedua, gereja dapat diartikan sebagai sebuah pertemuan atau perhimpunan ibadah umat Kristen. Indonesia sendiri memiliki beberapa gereja Katolik bersejarah yang cukup terkenal, yaitu:

Ilustrasi Pura Besakih Bali (sumber: tripsavvy.com)

Hindu sebagai agama resmi yang diakui di Indonesia memiliki tempat ibadah yang dikenal dengan nama pura untuk umat Hindu. Sementara sebutan Wasi sebagai tempat ibadah agama Hindu dikhususkan untuk pemuka agamanya.

Agama Hindu yang tersebar di seluruh Nusantara masuk pada awal tahun masehi. Hal tersebut dibuktikan dengan penemuan prasasti peninggaran Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur.

Agama Hindu sendiri memiliki sejarah yang cukup panjang jika dibandingkan dengan agama resmi lain di Indonesia. Sebagian besar umat Hindu berdomisili di Bali. Secara umum, bangunan pura di Indonesia dirancang dengan bangunan terbuka yang dikelilingi oleh tembok.

Kemudian bangunan pura memiliki gerbang yang saling terhubung dengan banyak ukiran terpahat. Di Indonesia sendiri, pura terkonsentrasi di Bali yang memiliki mayoritas penduduk penganut agama Hindu.

Kata “pura” sebagai tempat ibadah umat Hindu berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti kota, kota dengan menara atau istana, dan kota berbenteng. Bangunan pura memiliki struktur dengan konsep trimandala yang berkaitan erat dengan derajat kesuciannya.

Struktur Pura terbagi menjadi tiga, yakni nista mandala, madya mandala, dan utama mandala. Mari kita bahas satu per satu. Pada bagian nista mandala atau jaba pisan merupakan zona terluar yang menjadi pintu masuk dari lingkungan luar.

Zona tersebut biasanya berupa taman atau lapangan yang kerap digunakan untuk kegiatan pementasan tari atau persiapan berbagai upacara. Kemudian bagian madya mandala atau jaba tengah merupakan fasilitas pendukung atau zona tengah tempat aktivitas umat.

Zona tersebut biasanya diisi dengan bale gong, bale kulkul, wantilan, bale perantenan, dan bale pesandekan. Terakhir, bagian utama mandala atau jero yang menjadi zona paling suci di dalam pura. Di zona tersebut Grameds akan menemukan padmasana, bale piyasan, pelinggih meru, bale pepelik, bale pawedan, bale murda, dan bale gedong penyimpanan.

Selain berfungsi sebagai tempat beribadah bagi umat Hindu, pura kerap dijadikan sebagai tempat pendidikan moral, tempat mewujudkan rasa bhakti kepada Tuhan, dan tempat mendidik keterampilan. Indonesia sendiri memiliki beberapa pura bersejarah yang cukup terkenal di Bali, yakni:

Baca Juga: 6 Agama di Indonesia

Ilustrasi Vihara Avalokitesvara (sumber: pinterest.com)

Agama Buddha sebagai agama tertua di dunia memiliki tempat ibadah yang bernama vihara atau kuil. Vihara sebagai tempat beribadah umat Buddha berasal dari bahasa Pali India Kuno yang berarti tempat tinggal atau tempat melakukan puja bhakti.

Secara umum, vihara sebagai tempat ibadah merupakan komplek yang terdiri dari dhammasala, uposathagara, kuthi, dan bhavana sabha. Selain itu, bangunan vihara biasanya memiliki gaya arsitektur khas Tiongkok yang telah berbaur dengan kearifan lokal.

Selain berfungsi sebagai pusat keagamaan, vihara juga berfungsi sebagai pusat pendidikan, pengembangan budaya, pengembangan sosial kemasyarakatan, dan tempat pertemuan atau pelantikan organisasi Buddha. Berdoa, bermeditasi, dan membaca parrita menjadi kegiatan yang kerap dilakukan di dalam vihara.

Kompleks vihara yang dikelilingi pagar memiliki beberapa relief dengan keunikannya. Indonesia sendiri memiliki beberapa vihara tertua yang cukup terkenal, yaitu: